HEADLINE NEWS

Jumat, 17 Juni 2011

Mengapa Fahmi Getol Ungkap Keberadaan Nunun?

Jakarta: Mantan Menteri Perindustrian, Fahmi Idris, belakangan ini selalu memberitahukan pada media massa informasi mengenai Nunun Nurbaeti, tersangka dugaan suap cek pelawat. Ketika ditanya apa yang menjadi alasannya berlaku demikian, Fahmi mengaku, hal ini juga didorong karena ia dulunya seorang aktivis.

"Saya ini mantan aktivis. Rata-rata mantan aktivis yang sejati itu selalu berpihak pada penegakan keadilan dan kebenaran," kata Fahmi seusai menghadiri acara "Jujur Itu Hebat" yang diselenggarakan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (16/6/2011).

Selain itu, lanjut Fahmi, ia ingin mendorong agar kasus ini diselesaikan dengan pasal penyuapan, bukan kasus gratifikasi. Hal ini karena ia melihat para tersangka mantan anggota DPR periode 1999-2004 divonis dengan pasal menerima hadiah atau gratifikasi.

"Kenapa saya dorong KPK (untuk usut kasus itu)? Agar ini menjadi kasus suap penyuapan. Tahu enggak yang terjadi? Yang menerima suap sudah dapat, tapi yang memberi suap tidak ada. Dalil keputusan gratifikasi. Gratifikasi tidak mengharuskan si penyuap itu hadir. Cukup si penerima suap itu aja. Penyuapnya bebas. Semua gratifikasi," jelasnya.

Fahmi juga menuding KPK mengelak bersusah payah mencari penyuap para mantan anggota DPR itu. Fahmi pun menduga kemungkinan besar usaha KPK untuk menjaring penyuap akan menguap begitu saja bersama dengan selesainya kasus itu, setelah vonis para tersangka penerima suap.

"Jadi, kalau gratifikasi kan KPK enggak perlu susah-susah cari yang menyuap? Yang terjadi selama ini adalah itu, dia (KPK) sengaja mengelak dari proses serius mencari penyuap," tutur Fahmi.

Ketika dikonfirmasi kemungkinan KPK memiliki kepentingan tertentu di balik pengusutan kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Swaray Goeltom itu, Fahmi enggan menjawabnya.

Ia hanya menjawab KPK tak menjalankan Pasal 5 tentang Penyuapan pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Padahal, kasus itu merupakan kasus penyuapan.

"Tanya KPK (apakah ada kepentingan atau tidak). Mesti tanya KPK, ada apa. Dia (KPK) bilang, kita menuntut dengan Pasal 5 (penyuapan) dan Pasal 11 (gratifikasi). Tapi keputusan (vonis)-nya, si hakim itu bukan keputusan Pasal 5, tapi Pasal 11, pasal yang mengatur tentang gratifikasi. Itu kejadiannya, faktanya itu. Jadi, tanya saja kepada KPK," tegas Fahmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar