HEADLINE NEWS

Rabu, 15 Juni 2011

Peran Andi Nurpati dalam Surat MK Mulai Terkuak

Jakarta: Nama politikus Partai Demokrat Andi Nurpati belakangan dikaitkan dengan skandal pemalsuan surat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Bagaimana sebenarnya peran mantan anggota KPU ini?

Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR dengan KPU dan Bawaslu Selasa (14/6/2011) sedikit membuka tabir peran Andi Nurpati dalam kisruh terkait penetapan calon anggota legislatif DPR terpilih. Peran Andi Nurpati nyatanya cukup signifikan dalam kisruh tersebut.

Ini bemula dari penjelasan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary terkait dua surat dari MK antara yang asli dan palsu, yakni surat tertanggal 14 Agustus 2009 yang palsu dan 17 Agustus 2009 yang asli. Surat yang dimaksud bernomor 112/PAN.MK/VIII/2009.

Kasus ini mencuat setelah Ketua MK Mahfud MD mengungkapkan laporannya terkait pemalsuan keputusan MK ke Mabes Polri pada Februari 2010 yang belum ditindaklanjuti aparat penegak hukum. Pemalsuan yang dimaksud terkait kisruh kursi DPR di daerah pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan I antara caleg Partai Hanura Dewi Yasin Limpo serta caleg dari Partai Gerindra Mestiriyani Habi.

Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary menyebutkan rapat pleno KPU pada 21 Agustus 2009 berpijak keputusan MK tertanggal 14 Agustus 2009 yang diketahui kemudian merupakan surat palsu. Sedangkan surat yang asli tertanggal 17 Agustus 2009, sambung Hafiz pihaknya tidak menerima sampai pleno tertanggal 21 Agustus 2009.

"Surat diserahkan malam 17 Agustus 2009, tetapi kami tidak menerima surat itu. Makanya kami tetap menempatkan Hanura mendapat kursi DPR," ujarnya saat RDP dengan Komisi II DPR, Selasa (14/6/2011).

Hafiz melanjutkan setelah melakukan pelacakan di internal terkait surat MK tertanggal 17 Agustus 2009, diketahui surat tersebut diterima oleh Aryo, sopir Andi Nurpati di Kantor Jak-TV pada 17 Agustus 2009 malam. "Setelah kami lacak, surat diterima oleh sopir Andi Nurpati yang bernama Aryo di Jak TV, pada 17 Agustus 2009 malam dari Hasan staf MK," paparnya seraya menyebutkan dalam RDP pihaknya juga menyertakan Aryo, sopir Andi Nurpati.

Dalam kesempatan tersebut, Aryo, bekas sopir Andi Nurpati menyampaikan kronologi saat menerima empat surat dari pihak MK yang bernama Hasan. Dia menyebutkan, sempat mengantar Andi Nurpati ke kantor Jak-TV untuk siaran langsung sekitar pukul 18.00-18.30 pada 17 Agustus 2009. "Setelah 15-20 menit Ibu Andi masuk, ada mobil parkir datang sendirian, orangnya gemuk. Setahu saya dia masuk ke Jak TV, tidak lama orang itu keluar," paparnya.

Sesaat itu, sambung Aryo di hadapan anggota Komisi II DPR, orang tersebut menghampiri dirinya langsung menyapa serta memperkenalkan identitas yang bersangkutan. "Beliau bilang, ini ada surat dari MK buat Bu Andi. Saya tanya, saya yang terima? Dia bilang nggak apa-apa, ini juga perintah kok dari Bu Andi," ujarnya seraya menyebutkan ada empat lembar surat, terdiri dari dua buat KPU dan dua buat MK.

Setengah jam kemudian, Aryo menuturkan, acara Andi Nurpati selesai di Jak-TV. Sesaat Andi Nurpati memasuki mobil, Aryo memberitahukan tentang surat yang baru saja ia terima dari Hasan, staf MK. "Saat saya memberitahukan, disuruh taruh ke jok depan, lalu bilang besok taruh ke Matnur (Staf TU KPU) kalau sudah sampai kantor. Besoknya, saya ingatkan kembali, ini suratnya, beliau bilang tolong diserahkan ke Matnur," urainya.

Dalam kesempatan tersebut, Matnur menyebutkan setelah menerima surat MK dari Aryo, ia meletakkan surat tersebut di meja kerja Andi Nurpati. "Waktu itu tidak ada perintah lagi diserahkan ke siapa," ujarnya. Matnur juga menyebutkan beberapa hari kemudian, dirinya mengingatkan ke Andi Nurpati terkait surat tersebut yang pada akhirnya diintruksikan untuk diletakkan di arsip.

Dalam kesempatan tersebut Ketua Bawaslu Bambang Eka Cahya menyebutkan saat rapat pleno 21 Agustus 2009 pihaknya juga mencurigai tentang surat MK yang dibacakan Andi Nurpati sebagai pimpinan pleno menggantikan Abdul Hafiz Anshary.

"Putusan MK nomor 112 yang saya pegang dengan yang dibacakan tidak sama. Saya curiga, tapi tidak ada bukti bahwa itu palsu, saya mengatakan kok tidak sama putusannya," beber Bambang Eka yang mengaku surat ia pegang diambil dengan cara mengunduh di situs MK.

Sementara anggota Bawaslu Hidayat Nur Sardini mengungkapkan ada bagian yang hilang dalam rapat pleno pada 21 Agustus 2009. Bagian keberatan dari pihak Bawaslu terkait keputusan KPU hilang. "Dalam rekaman, tidak ditemukan ada keberatan dari kami. Entah hilang atau dihilangkan. Karena waktu itu kami yakin ada kejanggalan di surat MK yang dibacakan KPU," ujarnya.

Dalam RDP tersebut akhirnya disepakati Komisi II DPR membentuk Panitia Kerja (Panja) terkait pemalsuan keputusan MK. Meski mulanya Partai Demorat keberatan dengan dibentuknya Panja pada akhirnya secara bulat Komisi II menyepakati pembentukan Panja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar