HEADLINE NEWS

Kamis, 02 Juni 2011

Pengawalan Kapal Niaga Dapat Menjurus ke Bisnis TNI

Pengawalan kapal niaga RI yang melintasi perairan Somalia oleh TNI dapat menjurus kepada bisnis. Untuk itu, pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) mengatakan TNI hanya bisa bergabung ke dalam pasukan pengamanan di perairan Somalia dengan biaya pemerintah.

"Kalau membayar TNI, tidak boleh," ujar Hikmahanto kepada Media Indonesia, Rabu (1/6).

Hikmahanto mengingatkan, TNI sudah pernah mendapatkan kritik karena memperoleh biaya dari PT Freeport untuk pengamanan perusahaan.

Menurut dia, TNI hanya bisa bergabung ke pasukan gabungan seperti CTF 150 dan dibiayai negara. Pembayaran dari perusahaan perkapalan kepada TNI dapat dikategorikan ke dalam bisnis jasa pengamanan oleh alat negara. Lagi pula, TNI hanya bisa beroperasi di daerah rawan dalam perairan internasional.

"Kalau terus mendampingi apalagi bawa senjata belum tentu negara yang disinggahi kapal mau mengizinkan," tutur Hikmahanto.

Hikmahanto mengatakan jasa swasta harus didorong sebagai bentuk pengawalan kepada kapal niaga. Karena itu ia pun menyarankan mantan tentara yang sudah purnatugas dapat bergabung ke dalam perusahaan swasta seperti itu.

Ia mencontohkan perusahaan jasa kontraktor keamanan Amerika Serikat (AS), Blackwater, yang menggunakan metode seperti itu.

"Bisnis ini sudah diambil Bangladesh dan Srilanka," imbuh dia.

Sebelumnya, pada acara temu muka pejabat maritim di Jakarta, Kapten Samuel Sampe Lobo dari perusahaan perkapalan PT Arpeni Pratama Ocean Line mengaku pernah merogoh kocek US$26 ribu untuk perusahaan asuransi asing. Asuransi tersebut menjanjikan biaya pengganti US$5 juta apabila ada kasus perompakan. Biaya itu juga sudah termasuk tentara bayaran dan kawat berduri sebagai pelindung kapal.

Menurut Samuel, uang itu akan lebih baik bila diberikan kepada TNI sebagai biaya pengawalan kapal niaga.

Namun Kadispen TNI AL Laksamana Pertama Tri Prasodjo menolak ide semacam itu. Menurut dia, uang yang dibayar perusahaan untuk pengawalan seharusnya masuk ke dalam kas negara. Seluruh biaya dari perusahaan akan dianggap sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Biaya tersebut juga dapat digunakan untuk memperkokoh TNI setelah dimasukkan ke APBN.

"Jangan dipandang sebagai bisnis TNI," ujar Tri Prasodjo di Jakarta, Rabu (1/6).

Secara terpisah, Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Marsekal Muda Bonggas S Silaen mengatakan operasi militer anti-perompakan seperti kapal MV Sinar Kudus memang memakan biaya besar. Namun menurut dia, penempatan personel militer di kapal niaga RI yang melintasi perairan Somalia lebih efisien dari segi biaya.

"Kalau secara hitungan, memang lebih baik ditaruh personel kita. Daripada setelah terjadi baru menanggulangi. Tetapi apakah itu kebijakan pemerintah, masih harus kita lihat karena ini lintas kementerian. Kalau Pemerintah menugaskan begitu, TNI siap saja," ujar Bonggas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar