Jakarta:Maraknya praktik korupsi di lembaga negara menunjukkan ada pembiaran oleh partai politik (parpol). Pasalnya, pembahasan anggaran yang terjadi tidak terlepas dari keterkaitan dengan pendanaan parpol. Dana ilegal merasuki partai politik melalui DPR ataupun eksekutif.
"Ya ini semua karena partai politik mendapat keuntungan dari praktik-praktik seperti itu. Itulah realitas pola-pola pendanaan yang ilegal yang masuk ke partai politik. Dan semua itu dilatarbelakangi pemburuan untuk mempertahankan eksistensi kekuasaannya," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch Abdullah Dahlan dalam diskusi bertajuk 'Partai Politik Menggerogoti Anggaran Negara' di Rumah Perubahan, Jakarta, Senin (30/5).
Parpol telah membajak demokrasi demi kepentingannya sendiri. Berbagai kasus dugaan korupsi yang melibatkan partai politik dinilai akan terus terjadi. Abdullah mengatakan hal tersebut karena belum adanya pelembagaan yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas pendanaan di setiap partai
Abdullah menuturkan, berdasarkan penelitian ICW, sebanyak 44,6 persen anggota DPR saat ini berprofesi sebagai pengusaha. Ia menilai profesi tersebut jika tidak dijalankan dengan hati-hati dan dengan proses yang transparan, dapat memunculkan praktik korupsi.
Ia mencontohkan kasus dugaan suap yang diduga melibatkan salah satu kader Partai Demokrat M Nazaruddin. "Profesi itu dapat menjadi sebuah sarana investivasi. Dan biasanya kasus-kasus korupsi yang melibatkan politisi dalam suatu pembangunan proyek itu, dirancang sedemikian rupa oleh partai politik, dengan maksud untuk memuluskan anggarannya. Dan ketika personal yang punya konstribusi ke parpol sangat besar, strukur yang kuat jadi sulit digeser," tambahnya.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar segala pendanaan partai politik harus dijalankan secara transparan agar praktik-praktik korupsi bisa dihentikan. Menurutnya, tiga sumber pendanaan partai yang harus diperhatikan, yakni dari dana iuran anggota, dari negara bisa APBN dan APBD, dan terakhir dari pihak ketiga yang sah.
"Tetapi mungkin dari ketiga dimensi itu, yang sekarang dijalankan secara transparan mungkin hanya yang bersumber dari negara, dan bagaimana dengan dua dimensi yang lain? Parpol jarang sekali membuka ke publik soal pendanaan seperti ini. Inilah yang harus diperhatikan dengan baik," tandas Abdullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar